Sejarah Jawa Tengah
Jawa telah dihuni oleh manusia atau nenek moyang mereka (hominina) sejak zaman prasejarah. Di Jawa Tengah dan wilayah yang berbatasan di Jawa Timur tetap dikenal sebagai "Manusia Jawa" ditemukan pada tahun 1890 oleh ahli anatomi Belanda dan geolog Eugène Dubois. Manusia Jawa milik spesies Homo erectus.
Mereka diyakini ada sekitar 1,7 juta tahun. Kemudian
sekitar 40.000 tahun yang lalu, masyarakat Australoid terkait dengan
Aborigin Australia modern dan Melanesia dijajah Jawa Tengah. Mereka
berasimilasi atau diganti oleh Mongoloid Austronesia sekitar 3000 SM,
yang membawa bersama mereka teknologi tembikar, perahu cadik, busur dan
panah, dan memperkenalkan babi, unggas, dan anjing. Mereka juga
memperkenalkan padi panen dan millet.
Catatan sejarah dimulai di
Jawa Tengah pada abad ke-7. Tulisan, serta peningalan Hindu dan Buddha, dibawa ke
Jawa Tengah oleh Indian dari Asia Selatan. Jawa Tengah merupakan pusat
kekuasaan di Jawa saat itu.
Pada 664 Masehi, biarawan Cina
Hui-neng mengunjungi kota pelabuhan Jawa yang ia sebut Heling atau
Ho-ling, di mana ia menerjemahkan kitab suci berbagai agama Buddha ke
Cina dengan bantuan dari orang Jawa biksu Budha Jñānabhadra. Hal ini
tidak diketahui secara tepat apa yang dimaksud dengan nama Heling. Dulu
dianggap sebagai transkripsi Cina Kalinga namun sekarang paling sering
dianggap sebagai rendering dari nama Areng. Heling diyakini terletak di
suatu tempat antara kota Semarang dan kota Jepara.
Prasasti tanggal pertama
di Jawa Tengah adalah Prasasti Canggal yang dari dari 732 AD (atau 654
Saka). Ini prasasti yang berasal dari Kedu, yang ditulis dalam bahasa
Sansekerta dalam aksara Pallava. [9] Dalam prasasti ini tertulis bahwa
seorang raja bernama Sri Shaivite Sanjaya mendirikan sebuah kerajaan
yang disebut Mataram. Di bawah pemerintahan dinasti Sanjaya beberapa
monumen seperti kompleks Candi Prambanan dibangun.
Sementara itu
sebuah dinasti pesaing muncul, yang menganut Buddhisme. Ini adalah
dinasti Sailendra, juga dari Kedu, yang membangun Candi Borobudur.
Setelah
820 tidak disebutkan lebih Heling dalam catatan Cina. Fakta ini
bertepatan dengan penggulingan Sailendra oleh Sanjaya yang memulihkan
Shaivism sebagai agama dominan. Kemudian di pertengahan abad ke-10,
untuk alasan yang tidak diketahui, pusat kekuasaan pindah ke Jawa Timur.
Beberapa abad kemudian, setelah kehancuran Majapahit dijawa timur muncul kerajaan Demak abad 15 - 16 didominasi Muslim Jawa Tengah,
Jawa pusat kekuasaan pindah kembali ke Jawa Tengah. Sementara itu Eropa mulai sering port Jawa Tengah. Belanda mendirikan
kehadiran di wilayah mereka melalui East India Company.
Setelah
Demak sendiri runtuh, sebuah kerajaan baru di Dataran Kedu muncul.
Kerajaan ini yang juga kesultanan, menanggung nama lama dari Mataram.
Di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram mampu menaklukkan hampir
seluruh Jawa dan luar jawa sampai abad ke-17, namun perselisihan internal dan
intrik Belanda memaksa Mataram untuk menyerahkan lahan lebih dan lebih
untuk Belanda. Ini konsesi akhirnya menyebabkan beberapa partisi
Mataram. Partisi pertama setelah Perjanjian Giyanti dari 1.755.
Perjanjian ini membagi kerajaan tua menjadi dua, Kesultanan Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta. Lalu beberapa tahun kemudian Surakarta dibagi
lagi dengan pembentukan Mangkunegaran setelah Perjanjian Salatiga (17
Maret 1757).
Selama Perang Napoleon di Eropa, Jawa Tengah,
sebagai bagian dari Belanda Timur Hindia, sebuah koloni Belanda,
diserahkan kepada Inggris. Pada 1813, Kesultanan Yogyakarta juga dibagi
dengan pembentukan Pakualamanan tersebut.
Setelah meninggalkan
Inggris, Belanda datang kembali, seperti yang diputuskan oleh Kongres
Wina. Antara 1825 - 1830 Perang Jawa dilanda Jawa Tengah. Hasil perang
adalah konsolidasi kekuasaan Belanda. Kekuatan dan wilayah kerajaan
Mataram dibagi itu sangat berkurang.
Namun pemerintahan Belanda
membawa modernisasi ke Jawa Tengah. Pada 1900 provinsi modern Jawa
Tengah, pendahulu yang sekarang telah dibuat. Ini terdiri dari lima
wilayah atau gewesten di Belanda. Surakarta dan Yogyakarta adalah daerah
otonom yang disebut Vorstenlanden (harfiah "negara pangeran").
Kemudian
setelah kemerdekaan Indonesia provinsi Jawa Tengah diresmikan pada
tanggal 15 Agustus 1950, termasuk Yogyakarta tetapi termasuk Surakarta.
Sejak itu tidak ada (besar) perubahan dalam pembagian administratif Jawa
Tengah.
Setelah kudeta yang gagal pada Gerakan 30 September ini
tahun 1965, sebuah pembersihan anti-komunis terjadi di Jawa Tengah, di
mana Komunis dan kaum kiri (baik aktual dan diduga) dibunuh oleh tentara
dan kelompok masyarakat main hakim sendiri. Yang lainnya diinternir di
kamp-kamp konsentrasi, yang paling terkenal yang berada di pulau Buru di
Maluku (pertama kali digunakan sebagai tempat pembuangan politik oleh
Belanda). Beberapa dieksekusi tahun kemudian tetapi sebagian besar yang
dirilis pada tahun 1979.
Pada tahun 1998, preluding kejatuhan
Presiden Soeharto, kekerasan anti Cina pecah di Surakarta (Solo) dan
sekitarnya. Properti China Banyak dan bangunan lainnya dibakar. Pada
tahun 1999, gedung-gedung publik di Surakarta dibakar lagi oleh
pendukung Megawati Soekarnoputri setelah parlemen Indonesia memilih
Abdurrahman Wahid bukan Soekarnoputri. Mereka melakukan 'aksi sweeping'
terhadap warga asing Barat yang tinggal di kota ini setelah serangan 11 September
2001.
Bulan Mei 2006 Gempa bumi Jawa di bagian selatan dan Yogyakarta menghancurkan banyak bangunan menyebabkan ribuan kematian dan lebih dari
37.000 korban cedera. Hari ini, beberapa daerah masih dalam tahap rekonstruksi.
Jawa telah dihuni oleh manusia atau nenek moyang mereka (hominina) sejak zaman prasejarah. Di Jawa Tengah dan wilayah yang berbatasan di Jawa Timur tetap dikenal sebagai "Manusia Jawa" ditemukan pada tahun 1890 oleh ahli anatomi Belanda dan geolog Eugène Dubois. Manusia Jawa milik spesies Homo erectus.
Pada 664 Masehi, biarawan Cina Hui-neng mengunjungi kota pelabuhan Jawa yang ia sebut Heling atau Ho-ling, di mana ia menerjemahkan kitab suci berbagai agama Buddha ke Cina dengan bantuan dari orang Jawa biksu Budha Jñānabhadra. Hal ini tidak diketahui secara tepat apa yang dimaksud dengan nama Heling. Dulu dianggap sebagai transkripsi Cina Kalinga namun sekarang paling sering dianggap sebagai rendering dari nama Areng. Heling diyakini terletak di suatu tempat antara kota Semarang dan kota Jepara.
Prasasti tanggal pertama di Jawa Tengah adalah Prasasti Canggal yang dari dari 732 AD (atau 654 Saka). Ini prasasti yang berasal dari Kedu, yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dalam aksara Pallava. [9] Dalam prasasti ini tertulis bahwa seorang raja bernama Sri Shaivite Sanjaya mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Mataram. Di bawah pemerintahan dinasti Sanjaya beberapa monumen seperti kompleks Candi Prambanan dibangun.
Sementara itu sebuah dinasti pesaing muncul, yang menganut Buddhisme. Ini adalah dinasti Sailendra, juga dari Kedu, yang membangun Candi Borobudur.
Setelah 820 tidak disebutkan lebih Heling dalam catatan Cina. Fakta ini bertepatan dengan penggulingan Sailendra oleh Sanjaya yang memulihkan Shaivism sebagai agama dominan. Kemudian di pertengahan abad ke-10, untuk alasan yang tidak diketahui, pusat kekuasaan pindah ke Jawa Timur.
Beberapa abad kemudian, setelah kehancuran Majapahit dijawa timur muncul kerajaan Demak abad 15 - 16 didominasi Muslim Jawa Tengah, Jawa pusat kekuasaan pindah kembali ke Jawa Tengah. Sementara itu Eropa mulai sering port Jawa Tengah. Belanda mendirikan kehadiran di wilayah mereka melalui East India Company.
Setelah Demak sendiri runtuh, sebuah kerajaan baru di Dataran Kedu muncul. Kerajaan ini yang juga kesultanan, menanggung nama lama dari Mataram. Di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram mampu menaklukkan hampir seluruh Jawa dan luar jawa sampai abad ke-17, namun perselisihan internal dan intrik Belanda memaksa Mataram untuk menyerahkan lahan lebih dan lebih untuk Belanda. Ini konsesi akhirnya menyebabkan beberapa partisi Mataram. Partisi pertama setelah Perjanjian Giyanti dari 1.755. Perjanjian ini membagi kerajaan tua menjadi dua, Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Lalu beberapa tahun kemudian Surakarta dibagi lagi dengan pembentukan Mangkunegaran setelah Perjanjian Salatiga (17 Maret 1757).
Selama Perang Napoleon di Eropa, Jawa Tengah, sebagai bagian dari Belanda Timur Hindia, sebuah koloni Belanda, diserahkan kepada Inggris. Pada 1813, Kesultanan Yogyakarta juga dibagi dengan pembentukan Pakualamanan tersebut.
Setelah meninggalkan Inggris, Belanda datang kembali, seperti yang diputuskan oleh Kongres Wina. Antara 1825 - 1830 Perang Jawa dilanda Jawa Tengah. Hasil perang adalah konsolidasi kekuasaan Belanda. Kekuatan dan wilayah kerajaan Mataram dibagi itu sangat berkurang.
Namun pemerintahan Belanda membawa modernisasi ke Jawa Tengah. Pada 1900 provinsi modern Jawa Tengah, pendahulu yang sekarang telah dibuat. Ini terdiri dari lima wilayah atau gewesten di Belanda. Surakarta dan Yogyakarta adalah daerah otonom yang disebut Vorstenlanden (harfiah "negara pangeran").
Setelah kudeta yang gagal pada Gerakan 30 September ini tahun 1965, sebuah pembersihan anti-komunis terjadi di Jawa Tengah, di mana Komunis dan kaum kiri (baik aktual dan diduga) dibunuh oleh tentara dan kelompok masyarakat main hakim sendiri. Yang lainnya diinternir di kamp-kamp konsentrasi, yang paling terkenal yang berada di pulau Buru di Maluku (pertama kali digunakan sebagai tempat pembuangan politik oleh Belanda). Beberapa dieksekusi tahun kemudian tetapi sebagian besar yang dirilis pada tahun 1979.
Pada tahun 1998, preluding kejatuhan Presiden Soeharto, kekerasan anti Cina pecah di Surakarta (Solo) dan sekitarnya. Properti China Banyak dan bangunan lainnya dibakar. Pada tahun 1999, gedung-gedung publik di Surakarta dibakar lagi oleh pendukung Megawati Soekarnoputri setelah parlemen Indonesia memilih Abdurrahman Wahid bukan Soekarnoputri. Mereka melakukan 'aksi sweeping' terhadap warga asing Barat yang tinggal di kota ini setelah serangan 11 September 2001.
Bulan Mei 2006 Gempa bumi Jawa di bagian selatan dan Yogyakarta menghancurkan banyak bangunan menyebabkan ribuan kematian dan lebih dari 37.000 korban cedera. Hari ini, beberapa daerah masih dalam tahap rekonstruksi.